Sep 3, 2016

Kirim-Kirim Surat Penggemar


Gue suka sedih, deh, kenapa sih tradisi fanmail nggak dibudidayakan lagi? (ikan mujaer di tambak kali aaah, dibudidayakan!).

Gue tau, sih, salah satu penyebabnya adalah karena sosmed. Sosmed lagiii, sosmed lagi, ya. Karena adanya sosmed, kita bisa dengan gampang mengikuti keseharian seleb idola, trus sesekali lempar-lempar komen di platform tersebut. Kalo selebnya nggak beken-beken amat ((nggak beken-beken amat)), kadang komen kita pun dibales. Entah yang balas dia sendiri, atau manajernya, pokoknya dibales.

Wajar kalau budaya kirim surat penggemar jadi mati.

Meski sebenernya, dari dulu, gue bukan tipe orang yang suka kirim fanmail ke seleb idola.

Apakah gue pernah mem-frame foto Keanu Reeves—yang digunting dari majalah—trus ditaro di samping tidur, dan fotonya gue cium tiap malam sebelum tidur? Yha, pernah.

Apakah waktu SMA gue pernah berangkat sendirian ke Jogja, demi nyariin Sheila on 7? Yha, pernah.

Apakah gue pernah nelpon hapenya Duta Sheila on 7 pas dia ulang tahun, nggak diangkat (tentu saja), trus akhirnya meninggalkan pesan di voicemail-nya dalam bentuk nyanyian cinta? Yha, pernah.

Tapi kalo kirim surat a la Smita gini, kayaknya gue nggak pernah (btw, harus banget ya, baca blog post Smita yang itu. Ampun, ngakak!)

Eh, kalo diingat-ingat lagi, gue pernah, sih, kirim surat ke seleb atau orbek, tapi bukan sebagai penggemar, tetapi untuk menyatakan kekaguman. Wah, bedanya apa?

Contohnya, gini. Gue bukan penggemar sutradara Hanung Bramantyo. I think he’s a good director, tapi gue biasa-biasa aja sama dese. Apalagi, waktu dulu gue baru belajar jadi jurnalis sekitar tahun 2006, gue pernah nelpon dia untuk wawancara, tapi langsung dibentak, trus telpon gue dibanting. Padahal baru juga mengajukan pertanyaan pertama. Soalnya gue memang nanyain soal Piala Citra yang waktu itu lagi jadi isu sensitif, hahaha. Dari muda, doyannya nulis isu-isu kontroversial, sih!

Tapi tahun 2011, gue nonton film besutan Mas Hanung, yang berjudul ? (Tanda Tanya). Gue sukaaaaaa banget sama film itu, karena gue memang suka hal-hal yang breaking the stereotypes gitu, ‘kan. Sayangnya, film tersebut dicekal habis-habisan oleh berbagai pihak Islam, akibat isu pluralismenya. Di portal berita dan di Facebook, ada banyak tulisan yang sangat mengeroyok Mas Hanung.

Hati gue jadi kesel dan mencelos abis-abisan. Akhirnya, gue niat nyari Facebook-nya Mas Hanung, trus gue kirim private message poanjaaaang lebaaaaar tentang betapa bagusnya film Tanda Tanya di mata gue. Surat tersebut juga dipenuhi dengan pesan-pesan penyemangat untuk Mas Hanung, supaya do’i nggak patah arang, tetap berkarya, jangan mau diatur-atur sama pihak-pihak ormas, POKOKNYA MERDEKA!

Gue ngetiknya sampe nangis, lho, karena waktu itu gue merasa ini isu genting! Tentang keragaman rakyat Indonesia, lho! Duile, bapernya lebay.

Sampe sekarang, surat gue tersebut nggak pernah dibales sama Mas Hanung. Kayaknya dibaca pun nggak deh :’)

Seinget gue, itulah “fanmail” pertama gue untuk seorang seleb.

Naaah, beberapa minggu lalu, out of the blue, gue nulis “fanmail” untuk Soleh Solihun, hahaha. Random banget, ya. Tau Soleh Solihun ‘kan? Tau deh, pasti.

Sat, set!

Waktu itu, gue merasa surat tersebut wajar-wajar aja. Mungkin waktu itu gue antara lagi PMS dan kecapekan, jadi agak gesrek. Nulisnya aja subuh-subuh pas baru bangun. Makanya pas dibaca lagi sekarang, gue yang, najiiis… kok noraknya minta ampun. Jadi nyesel. Begini isinya:

***

“Halo, Mas Soleh!

Apa kabarnya? Semoga sehat dan sejahtera, ya.

Perkenalkan, nama saya Laila. Wanita. Asal Jakarta. Umur rahasia. Pokoknya udah berkeluarga.

Manggilnya Mas Soleh boleh, ya? Walaupun saya tau Mas Soleh sebenarnya Supis alias Sunda Pisan, saya agak nggak enak manggil Kang Soleh atau Aa’ Soleh.

Mungkin karena di Jakarta, saya sudah terbiasa manggil laki-laki lebih dengan sebutan “Mas”. Mungkin juga karena walaupun Kang Soleh urang Sunda, kalau boleh jujur, di kuping saya, logat Mas Soleh ada unsur Tegalnya.

Saya nggak tau apakah surat ini bisa disebut fanmail, karena sebenarnya saya nggak (terlalu) nge-fans dengan Mas Soleh.

Pertama kali saya mendengar nama Mas Soleh itu duluuu sekali, saat saya masih kuliah. Waktu itu, saya berteman dengan beberapa kelompok musik indie yang belum punya label, seperti White Shoes & The Couples Company, Goodnight Electric, dan sebagainya. Nah, mereka suka menyebut-nyebut nama Soleh Solihun, sebagai salah satu jurnalis musik yang “ditakuti”.

Ciyeeeh, masa sih? Entah betul apa nggak, yang pasti nama Soleh Solihun ini jadi agak bikin saya repot, karena jadi suka ketuker dengan nama Saleh Husein, personil White Shoes & The Couples dan The Adams, yang waktu itu saya taksir diam-diam.

Beberapa tahun kemudian, saya malah mendengar nama Mas Soleh sebagai stand-up comic. Dari dulu itu, sampai detik ini, saya nggak pernah sekalipun melihat Mas Soleh tampil sebagai comic. Selain nggak pernah berkesempatan, juga karena sejujurnya kurang tertarik. Soalnya kalau dilihat dari sekilas iklan di Metro TV dulu, yang namanya Soleh Solihun ini, kok, datar amat, sih? Secara omongan maupun ekspresi. ‘Kan beda ya sama Pandji atau Raditya Dika yang lebih animated. Kayaknya Soleh ini nggak lucu, deh, hihihi.

Maaf ya Mas Soleh. Padahal ‘kan don’t judge a book by its cover.

Perkenalan saya dengan Mas Soleh yang sebenar-benarnya justru lewat buku Mas Soleh, Majelis Tak Alim.

Beberapa bulan lalu, saya mau menemani anak saya bermain di sebuah Timezone di mall bersama sepupu-sepupunya. Saya udah menduga, saya bakal kebosenan, karena saya nggak akan ngintil mereka main. Saya akan cuma duduk mengawasi di pojokan, macem babysitter males di mall-mall. Ih, ibu macam apa ini?

Karena bosan main HP, saya berencana beli buku dulu sebelum nongkrong di Timezone, supaya saya punya bahan bacaan sambil nungguin anak-anak.

Mampirlah saya ke toko buku.

Awalnya, saya mencomot bukunya Eka Kurniawan yang Cantik Itu Luka (wow, beda, ya, sama Majelis Tak Alim!). Tapi kemudian, saya memperhatikan ada seorang mas-mas mojok sambil ketawa-ketiwi, membaca sebuah buku. Cekikikannya nggak putus-putus lho, Mas. Setiap dua menit pasti haha-hihi.

Buku yang dipegang mas-mas itu adalah Majelis Tak Alim.

(by the way, jangan sedih, ya, bukunya dibaca gratisan begitu oleh si mas-mas, hehehe).

Karena penasaran, saya pun mencomot buku yang sama. Wow, buku apa ini? Covernya, kok, heboh (baca: norak) amat? (lagi-lagi menilai buku dari sampulnya).

Ooo, buku esainya Soleh Solihun.

Kebetulan Majelis Tak Alim yang saya pegang dikemas plastik, sehingga nggak bisa diintip. Tapi karena si mas-mas tadi cekikikan melulu, saya pede aja, deh, bahwa buku ini memang bagus dan lucu. I wanna have what he’s having.

Jadi, bungkus!

Saat akhirnya saya mojok di Timezone nungguin anak saya main, saya pun mulai membaca Majelis Tak Alim. Lima halaman, sepuluh halaman, lima belas halaman, dua puluh halaman… saya kok nggak ketawa-ketawa? Mana lucunya?!

Maaf ya, Mas Soleh. Di bab-bab awal, kebetulan saya nggak ketawa baca buku Mas Soleh. Palingan senyum-senyum sedikit. Itu pun dalam hati. Entah humor saya ketinggian, atau nggak punya selera humor sama sekali.

Akhirnya buku tersebut saya simpan lagi di tas dengan gondok. Ikutan main ding-dong bareng anak aja, deh!

Tetapi ketika di rumah saya baca-baca lagi, Alhamdulillah, saya mulai ketawa-ketiwi seperti mas-mas di toko buku tadi. Nggak cuma ketawa-ketiwi (malah sempat ngakak), tapi juga terharu-biru di bab-bab melankolis, seperti saat ayah Mas Soleh meninggal, atau saat akhirnya Mas Soleh ketemu jodohnya, Mbak Tetta.

Overall, Majelis Tak Alim is a good book, with great writing style. Selamat ya, Mas! Jadi penasaran sama buku pertamanya, deh.

Jadi, kira-kira begitulah exposure saya terhadap Mas Soleh. Hanya dari buku, bukan dari TV atau radio. Mungkin karena saya suka menulis, sehingga medium yang paling “kena” untuk saya memanglah medium buku.

Kenapa saya menulis fanmail yang bukan fanmail ini?

Karena anehnya, beberapa waktu yang lalu, out of the blue, saya mimpi pacaran sama Mas Soleh! Ya, Allahu Akbar *bangun-bangun langsung wudhu*

Dalam mimpi saya, pacaran kita cuma sebatas gandengan tangan. Ceritanya, kita baru “jadian”. Dalam mimpi tersebut, Mas Soleh masih tampak lebih buncit dari penampakan biasanya, tapi hati saya berbunga-bunga kayak anak sekolah pertama kali pacaran.

Namanya juga mimpi, ya.

Setelah bangun dari mimpi itu, saya langsung tambah meng-expose diri saya ke Mas Soleh. Saya dengarkan podcast obrolan Mas Soleh dengan Adriano Qalbi—yang kebetulan teman SMA saya—di Soundcloudnya Adri (seru, lho, btw!), saya baca-baca lagi blog Mas Soleh, trus saya juga lihat-lihat Instagram Mas Soleh dengan Mbak Tetta.

Sampai akhirnya terkonfirmasi, oh iya deng, waktu itu saya cuma sekedar mimpi. Soalnya di kehidupan nyata, saya memang nggak ada naksir-naksirnya sama Mas Soleh, hahaha.

Meskipun begitu, mimpi tersebut jadi menginspirasi saya untuk menulis surat ini untuk Mas Soleh (juga buat Mbak Tetta. Hai, mbak! Jangan sebel, ya :D), sekedar untuk halo-halo, dan menyampaikan bahwa karya Mas Soleh bagus, setidaknya untuk karya penulisan yang saya baca.

Jangan berhenti berkarya, ya, di medium apapun.

Surat ini juga salah satu bentuk usaha saya menghidupkan kembali budaya fanmail di Indonesia, karena yang saya perhatikan, orang-orang di Indonesia—seenggaknya di lingkungan saya—malas atau jarang me-reach out idola atau orang-orang yang karyanya mereka sukai. Palingan komen-komen dikit di sosmed mereka.

Padahal saya paham banget, “bensin”nya seorang seniman adalah apresiasi, dalam bentuk kritik, pujian, atau sekedar tegoran. Musisi atau penari “hidup” dari tepuk tangan penontonnya, stand-up comic “hidup” dari tawa pemirsanya, bahkan blogger “hidup” dari komen-komen yang ditinggalkan pembacanya. Asalkan bukan komen spam peninggi_pelangsing dan pembesar payudara, ya.

Semoga sukses selalu, dan salam buat Mbak Tetta dan si Iggy, ya. Btw, menurut saya Iggy dan anak saya punya banyak kesamaan, deh. Umurnya sama, sama-sama laki-laki, sama-sama baru masuk TK, dan namanya sama-sama unisex (anak saya namanya Raya). Hehehe.

Have a good day!
Laila”


***

Seperti kasus Mas Hanung, sampe sekarang “fanmail” gue itu nggak pernah dibales Soleh Solihun. Hihihi. Ada beberapa kemungkinan:

1. Mas Solehnya baca, tapi eneg, jadi males respon.

2. Suratnya nggak nyampe ke do’i. Soalnya gue ngirimnya bukan lewat e-mail atau direct message sosmed, lho, tapi lewat kolom Contact Us di website do’i. Ya, lagian dianya juga nggak mencantumkan e-mail dimana-mana!

3. Mas Soleh sebel, karena judul buku dia sebenernya MAJELIS TIDAK ALIM, bukan Majelis Tak Alim. Eaaaa. Gue pasti dianggep setitik fans palsu.

Dengan tidak dibalesnya surat gue itu, entah gue harus lega atau sedih, ya :') 

21 comments:

ratri purwani said...

Haslik ngakak jaya baca postnya kak Smita! Btw kak, dulu jaman SD eik nge-fans sama Daniel Radcliffe jaman belom tumbuh jenggot. Ngirim surat ga jadi-jadi, nulis surat rembukan dulu sama temen, tapi gagal juga karena alamatnya ilang melulu. Tapi kocak juga sih kalo nget masa-masa itu, ahaha!

Anonymous said...

Wooowww, nulis surat sejujur ituuuu. *ngikik *n soleh solihun pula *ngikik lagi.
Kalo saya mah di era internet prnh ngesurel Adhitya Mulya waktu terbit buku Gege Mencari Cinta. Bilangnya nama gw Gege juga jadi feel connected dengan bukunya.hihi. Dibales lhoooo :)

Nah, kalo saya surel fanmail ke Kak Lei gituuu kira kira dibales gak. Gatel ih udh lama pgn nyuratin. Hahaaa.

Shanti said...

aku fans soleh solihun!
udah tau dia sejak dulu banget dia masih ngeblog di blogspot & multiply, trus baca bukunya, trus nonton stand upnya hihi..

ga pernah kirim fanmail ke dia sih, tapi pernah ngetwit berseri + mention dia terus dibales 😍

aku beberapa kali kirim "fanmail" ke orang sih. lebih tepatnya email apresiasi dan terima kasih sih. ke alodita, dhany fd, sama syita fd/amaya wedding haha.. dibales juga.. terharuuuu *norak* sempet mau kirim fanmail ke kak laila tapi terus keburu kenal terus ga jadi aja hahaha.. kalo habis kirim fanmail terus ketemu di kantor kan akyu maluuu 🙈

pepi-selvi said...

Ngakak ih lei bacanya 😁
Duh gw gak pernah fanmail ke siapapun deh rasanya. Malay ha3
Fanmail ke elo aja ya hi3
Someday 😆

Gadis said...

aku juga pas kuliah ngefans banget sama Saleh bin Husein! jajajajaja
pernah chat sekali di fb messanger... wowww tak terkira girangnya!

Ajeng Sueztika Constitusia said...

Mbak Lei, aku sungguh salut sama jalan pikiranmu yang out of the box. Itu kayanya yang ditiru raya dari emaknya ya :D

Szasadiandra said...

ORBEK (!!), kaaak macem aneka yess! Tapi dulu yang suka balesin fanmail si Sherinna. tapi setelah tau isi balesannya ke aku dan temen aku juga ternyata sama, jadi bete ga mau kirim lagi.

wina said...

judulnya lebih enak didenger masjis Tak Alim emang sih, jadi kayak plesetan majelis taklim

ibukasual said...

Aku jaman SMP dulu ngefans banget looh sama Teddy Syah.. trus patah hati pas dese kawin sama Rina Gunawan..
trus karna sering nonton Rina Gunawan di AMKM, jd kirim2 surat ke dia.. dan dibales pleus dikasih foto bertanda tangan di baliknya..

oiyaa, pernah juga kirim surat buat Shaden.. iyaaa, Shaden yang nyanyi dunia belum berakhiiir bila kau putuskan akuuu, wajahku juga gak jelek2 amat. banyak yang mau #laguPEDEamaat

nisa said...

Hahaha gokil ih teh. Btw, coba kl tulis blog ini minggu lalu, mas soleh solihun bolakbalik ke kantorku u/ bayar PBB nya (pasti tau deh dmn kantorku kl bs bayar pbb Jabar banten) haha.kan bs kusampaikan lgsg. Atau mau no tlpnya biar ga penasaran gt Teh? Haha

noninadia.com said...

Ngakak Jaya!
aku sabtu kemaren ketemu soleh. mau minta foto tapi gengsi. abis baca fanmail ini jadi nyesel. Laila yg kece aja gak gengsi..

Anonymous said...

Ngakak baca blognya Smita. Kirain yang dia nitip surat di studio foto Malibu 62 buat Irgi Fahrezy, ternyata ada lagi yang gak kalah epic!

Lia Harahap said...

Twist amet sih akhirnya hahahahaha. Untuk ukuran fans yang ga fans fans amet isinya bagus kok dan pasti jadi penasaran sama si penulisnya (kalo dibaca) hehehehe

cchocomint said...

Pada masanya, gw ngefans abis sama Indra Herlambang, pas masih siaran di Ardan-Bandung (kapan tahun coba itu). Gw nulis surat dong sebagai pendengar setia, suratnya dibales, dikasi biodata, dan foto. Ya ampun, saat itu rasanya gw yakin kalau dia jodohku!!! *duile gimana ceritanya dia jadi jodohku, ya makleum waktu itu gw masih SD* :))))

prin_theth said...

Hahaha... hmm yaa, Smita aja bisa merasa Elijah Wood adalah jodohnya, apalagi Indra Herlambang yang lokal. Bebasin, qaq!

prin_theth said...

Trus karena aku nggak tau malu, aku komen di IG Soleh soal blogpost ini, eeeeh dibales! (trus dia pun jadi taro alamat email di biodata IG :D)

prin_theth said...

Come-fred banget deh gue jadi inget sama insiden Irgi dan studio Malibu ahahahaha :)))

prin_theth said...

Hahaha, nggak gengsi tapi nggak dibales... ketemu dimanaaa?

prin_theth said...

Aduuuh Nuri Shaden temen sekelasku lho dulu pas SMA, hahaha (trus kenape). Tapi Teddy Syah emang kece yah (pada jamannya) :D

prin_theth said...

Orang beken apa orang Bekasi? *ngeeeng... naik roket ke Bekasi*

noninadia.com said...

Reuni Fikom Unpad 97, ngintilin suami.. ooh oom Soleh sudah tua ternyata :p

Post a Comment